Seberapapun banyaknya buku-buku teori konspirasi yang pernah dilahapnya. Intrik politik, bisnis, permainan kekuasaan, manipulasi tikus-tikus jahat. Baginya semua itu aneh, memuakkan, tapi ia akui kehebatan jalan ceritanya.
Tapi adakah yang lebih hebat dari konspirasi semesta? Matahari sang raksasa galaksi, langit, pohon, bebatuan, awan hujan, bahkan KRL butut yang sudah hampir lengser dari jabatannya itu sungguh tega.
Konspirasi itu dimulai. Dengan skenario sederhana saja. Yang hampir semua orang pernah mengalaminya. Setting terpilih adalah gerbong kereta. Di antara ratusan penumpang, ada sepasang mata bening yang mengamati pemandangan luar kereta. Dan di sudut lain, sepasang mata menahan kantuk. Kelelahan akibat belum tidur sepulang naik gunung dini hari tadi. Si Mata Bening melepas penat sambil menikmati lukisan karut-marut kota. Sesekali menghela napas dalam-dalam mengamati sekumpulan anak jalanan, pengemis lumpuh atau gedung beraksitektur modern tampil dalam satu frame sekaligus. Si Mata Menahan Kantuk kini terpejam sudah. Atas nama imunitas yang harus terjaga kekokohannya. Tak peduli kebisingan ingin mengganggu istirahat singkatnya.
Hingga keesokan pagi konspirasi itu tetaplah berlanjut. Esoknya lagi, lusa, lusanya lagi. Tetap dengan skenario gerbong kereta yang sama, berseberangan namun tidak pernah saling menatap. Apalagi bertegur sapa tanpa alasan. Hei, tentu saja. Gadis itu menjulurkan kain panjang dan tebal keseluruh tubuhnya. Kau pikir dia gadis dengan riasan norak dan tingkah penuh drama yang kau tonton di tayangan layar kaca?
Hitungan hari, pekan bahkan. Matahari sang raksasa galaksi, langit, pohon, bebatuan, awan hujan, bahkan KRL butut yang sudah hampir lengser dari jabatannya itu sungguh masih tega. Sampailah pada waktu yang sudah dituliskan Sang Pembuat Skenario. Awan hujan mendapat perintah menjalankan tugas terbaiknya. Gerimis kini menderas. Si gadis dengan wajah pucat menggigil meratapi hujan dari balik jendela KRL butut. Tubuhnya kian menghangat. Lelaki disudut lain gerbong sudah sedari tadi melepaskan jaketnya tanpa berani melangkah sedikitpun.
Matahari sang raksasa galaksi, langit, pohon, bebatuan, awan hujan, bahkan KRL butut yang sudah hampir lengser dari jabatannya itu juga tahu kalau mereka saling jatuh cinta.
Kecuali mereka sendiri.
0 comments:
Post a Comment